Museum Sumpah Pemuda adalah museum yang memajang riwayat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di Jalan Kramat Raya no. 106, Jakarta Pusat. Diluar itu banyak juga monumen di indonesia yang dapat dikenang serta didatangi. Museum ini diurus oleh Kementerian Kebudayaan serta Pariwisata RI serta dibuka untuk biasa tiap hari Selasa sampai Jumat, jam 08.00 – 15.00, Sabtu serta Minggu jam 08.00 – 14.00, tutup tiap hari Senin serta hari besar nasional yang lain. Koleksi yang berada di museum ini terkait dengan riwayat Sumpah Pemuda 1928, dokumentasi pekerjaan dalam gerakan nasional kepemudaan Indonesia. Fundamen pendirian museum ialah SK Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1972, serta terhitung benda cagar budaya nasional. Terdapat di halaman dalam museum ialah Monumen Persatuan Pemuda 1928.
Bangunan sebagai tempat pembacaan naskah Sumpah Pemuda ialah rumah pondokan spesial pelajar serta mahasiswa yang hak buat bangunannya sebelumnya digenggam oleh Sie Kong Liong. Gedung punya pemerintah RI ini pernah memuat beberapa tokoh gerakan pada perubahan nasionalisme Indonesia seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifudin, Soegondo Djojopoespito, Setiawan, Soejadi, Mangaradja Pintor, A.K. Gani, Mohammad Tamzil serta Assaat dt Moeda. Semenjak tahun 1925 gedung ini jadi rumah beberapa pelajar yang terhimpun dalam Jong Java. Umumnya dari mereka ialah pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA) serta mahasiswa sekolah tinggi hukum RHS. Beberapa aktivis dari Jong Java menyewa bangunan seluas 460 mtr. persegi ini sebab tempat kontrakan awalnya begitu sempit untuk pekerjaan kepanduan, diskusi permasalahan politik serta untuk latihan kesenian Jawa. Gedung ini selanjutnya disebutkan Langen Siswo.
Biaya sewa sebesar 12,5 gulden per bulannya, atau sama dengan beberapa 40 liter beras pada saat itu. Penghuninya makin bermacam semenjak tahun 1926, umumnya ialah aktivis pemuda dari wilayah. Dengan begitu pekerjaan penghuninya makin bermacam. Beberapa mahasiswa aktif dalam kepanduan serta olahraga, tidak hanya kesenian. Gedung ini jadikan tempat Perhimpunan Pelajar – Pelajar Indonesia (PPPI) yang dibangun pada September 1926 sesudah kongres pemuda pertama. Beberapa penghuni anggota PPPI seringkali mengundang Soekarno untuk diskusi.
Tiap pekerjaan rapat pemuda tetap dipantau Belanda dengan ketat meskipun mereka mengaku jika masyarakat berumur di atas 18 tahun punya hak untuk membuat perkumpulan serta rapat. Belanda dapat pada saat – waktu melarang pekerjaan rapat sebab dipandang melawan pemerintah hingga tiap pertemuan harus mendapatkan izin polisi terlebih dulu. Rapat ada dalam pengawasan penuh Politieke Inlichtingen Dienst (PID), seperti dinas yang diutamakan untuk intelijen poliitik.